RESUME MOOC CPNS 2025 (LATSAR)
JURNAL
MASSIVE OPEN ONLINE COURSE (MOOC)
CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS)
NAMA : NURMAYANTI, Amd.Gz
NIP : 199X0703XXXXXXX003
JABATAN
: NUTRISIONIS TERAMPIL
PERANGKAT DAERAH : UPTD
PUSKESMAS KUARO
KELAS PEMERINTAH KABUPATEN PASER TAHUN 2025
RESUME
AGENDA 1
1. WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI-NILAI BELA NEGARA
A. WAWASAN KEBANGSAAN
a. Pengertian Wawasan Kebangsaan
Wawasan
kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa dan
kesadaran terhadap sistem nasional yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur,
dan sejahtera.
b. Empat Konsesus Dasar
Berbangsa Dan Bernegara
1. Pancasila. Pentingnya kedudukan Pancasila bagi bangsa
Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga gagasan
dasar yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila
harus berisi kebenaran nilai yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Dengan
demikian rakyat rela menerima, meyakini dan menerapkan dalam kehidupan yang
nyata, untuk selanjutnya dijaga kokoh dan kuatnya gagasan dasar tersebut agar mampu
mengantisipasi perkembangan zaman.
2. Undang - Undang Dasar 1945. Naskah Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak
29 Mei sampai 16 Juli 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Sejarah kemerdekaan Indonesia yang terlepas dari penjajahan
asing membuktikan bahwa sejak semula salah satu gagasan dasar dalam membangun sokoguru
Negara Indonesia adalah konstitusionalisme dan paham Negara hukum. Di dalam
Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, Undang-undang
dasar memiliki fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah
sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga Negara terlindungi.
3. Bhinneka Tunggal Ika. Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma
Mangrwa oleh Mpu Tantular pada dasarnya adalah sebuah pernyataan daya kreatif
dalam paya mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan, sehubungan
dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu. Mengutip dari Kakawin
Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan
bidang kepercayaan juga anekaragam agama dan kepercayaan di kalangan Masyarakat
Majapahit. Sementara dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya
diperluas, menjadi tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan
kepercayaan dan keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat
istiadat (budaya) dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusantara
raya.
Sesuai
makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan Bhinna-Ika-Tunggal-Ia
berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab meskipun secara
keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya satu, satu bangsa dan
negara Republik Indonesia. Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada
tanggal 17 Oktober diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang
Negara. Bahwa usaha bina negara baik pada masa pemerintahan Majapahit maupun pemerintah
NKRI berlandaskan pada pandangan sama yaitu semangat rasa persatuan, kesatuan
dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam menegakkan negara.
4. Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Keberadaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari persitiwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi
tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan
kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sejarahnya dirumuskan dalam sidang
periode II BPUPKI (10-16 Juli 1945) dan selanjutnya disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Adapun tujuan NKRI seperti tercantuk dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea IV, meliputi :
·
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia
·
Memajukan kesejahteraan umum
·
Mencerdaskan kehidupan bangsa
·
Ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Tujuan
NKRI tersebut di atas sekaligus merupakan fungsi negara Indonesia.)
c.
Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu,
kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi symbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Bendera
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara
adalah Sang Merah Putih. Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian
atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya
berukuran sama. Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan
Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56
Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
2. Bahasa Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa,
kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana
komunikasi antar daerah dan antar budaya daerah.) Bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi negara berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar
pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional,
transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
3. Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke
sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher
Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram
oleh Garuda.
4. Lagu Kebangsaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah
Indonesia Raya.
B. NILAI-NILAI BELA NEGARA
Pengertian Bela Negara. Bela
Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman
Nilai Dasar Bela Negara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber. Daya
Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara
meliputi :
a.
Cinta tanah air;
b.
Sadar berbangsa dan bernegara
c.
Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara
d.
Rela berkorban untuk bangsa dan negara
e.
Kemampuan awal Bela Negara.
2. Analisis Isu
Kontemporer
Kemampuan dalam
menganalisis isu kontemporer tidak terlepas dari pemahaman materi wawasan
kebangsaan dan aktualisasi atas tiap-tiap nilai bela negara. Terdapat tiga
kemampuan yang dapat memengaruhi dalam mengidentifikasi dan/atau menetapkan
isu, yaitu environmental scanning, problem solving, dan berpikir
analysis.
Isu kontemporer
meru pakan kelompok isu yang
menjadi sorotan publik secara luas dan memerlukan penanganan secepat mungkin
dari pengambil keputusan. Isu kontemporer di Indonesia antara lain korupsi,
narkoba, terorisme/radikalisme, money laundring, proxy war, mass communication,
Covid-19, dan lain sebagainya. Teknis analisis isu terdiri atas tahap pra
analisis (identifikasi dan deskripsi isu), memilah isu (teknik APKL/ USG),
mendalami isu, dan alternatif penyelesaian.
3. Kesiapsiagaan Bela
Negara
Kesiapsiagaan bela negara merupakan
keadaan siap siaga secara fisik, mental, dan sosial dalam menghadapi situasi
yang beragam, dilakukan berdasarkan kebulatan tekad dan sikap secara ikhlas dan
sadar disertai kerelaan berkorban untuk menjaga kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara. Implementasi bela negara perlu memiliki rencana aksi untuk
penjabaran kegiatan bela negara yang akan dilakukan. Selain itu, ada beberapa
kegiatan kesiapsiagaan bela negara antara lain mengikuti peraturan baris
berbaris, keprotokolan, kewaspadaan dini, deteksi dini dan peringatan dini
dalam penyelenggaraan otonomi daerah, kewaspadaan dini dalam penyelenggaraan
pertahanan negara, dan deteksi dini dan peringatan dini dalam sistem keamanan
nasional.
RESUME
AGENDA 2
1. BERIORIENTASI PELAYANAN
PELAYANAN
PUBLIK
Definisi
pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Terdapat tiga
unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1)
penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu
masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang
diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik
yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga pemerintah ingin
meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan kepuasan bagi
pihak-pihak yang dilayani.
Dalam Pasal 10
UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan
publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi
tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
BERORIENTASI PELAYANAN
Dalam rangka
penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN
menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah
telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer
Branding (Bangga Melayani Bangsa). Core Values ASN BerAKHLAK
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis,
Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values tersebut seharusnya dapat
dipahami dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan
dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan
publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk
memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen
memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi
tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan
pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan
keinginan masyarakat.
Citra positif
ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan senyum,
menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan
tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih
layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan
tekad memberikan pelayanan yang prima.
Pemberian
layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah dapat
terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan
yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik
dari hari ini (doing something better and better).
Dalam rangka
mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era digital
yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas
dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan,
yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik.
Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau
permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan
layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
Dalam lingkungan
pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi
pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya inovasi,
dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi
masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai
strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.
2. Akuntabel
Akuntabilitas
adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami.
Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu
yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam
banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau
tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang
berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam
konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala
tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan
lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).
Akuntabilitas
merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi
tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN
menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core
Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
• Kemampuan melaksanaan
tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas
tinggi
• Kemampuan menggunakan
kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien
• Kemampuan menggunakan
Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas
dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai
dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik.
Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk
dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam
membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan kepada setiap
pegawai atau pejabat negara.
Setiap
organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat
diartikan secara berbeda-beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk
perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi,
antara lain sistem penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan
sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun software untuk
memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).
Hal-hal yang
penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel adalah: 1)
kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab
(responsibilitas), 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan,
dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu
Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program,
dan Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik
kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan budaya
akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat
menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.
3. Kompeten
Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga
aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38
Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi
Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan;
2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit
organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan
pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan
prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh
hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan. Pendekatan pengembangan
dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis,
manajerial, dan sosial kultural.
Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai,
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua
puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan
peta nine box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai
dengan hasil pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.
4. Harmonis
Dalam
Kamus Mariam Webster Harmonis (Harmonious) diartikaan sebagai having
a pleasing mixture of notes. Sinonim dari kata harmonious antara
lain canorous, euphonic, euphonious, harmonizing, melodious, musical,
symphonic, symphonious, tuneful. Sedangkan lawan kata dari harmonious
adalah discordant, disharmonious, dissonant, inharmonious, tuneless,
unmelodious, unmusical.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna dan tulisan kata ‘harmonis’ yang
benar:
• har·mo·nis a
bersangkut paut dng (mengenai) harmoni; seia sekata;
•
meng·har·mo·nis·kan v menjadikan harmonis;
•
peng·har·mo·nis·an n proses, cara, perbuatan mengharmoniskan;
•
ke·har·mo·nis·an n perihal (keadaan) harmonis; keselarasan; keserasian: ~ dl
rumah tangga perlu dijaga.
Dari laman Wikipedia, Harmoni (dalam bahasa Yunani: harmonia) berarti
terikat secara serasi/sesuai). Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama
antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut
dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Sebagai contoh, seharusnya
terdapat harmoni antara jiwa jasad seseorang manusia, kalau tidak, maka belum
tentu orang itu dapat disebut sebagai satu pribadi. Dapat dicontohkan, pada
bidang musik, sejak abad pertengahan pengertian harmoni tidak mengikuti
pengretian yang pernah ada sebelumnya, harmoni tidak lagi menekankan pada
urutan bunyi dan nada yang serasi, tetapi keserasian nada secara bersamaan.
Singkatnya Harmoni adalah ketertiban alam dan prinsip/hukum alam semesta.
Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana
tempat kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak
positif bagi karyawan yang akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas,
hubungan internal, dan kinerja secara keseluruhan.
Memperhatikan aspek filosofis dari kata pengertian harmonis diatas,
maka jika diibaratkan suatu aliran dalam seni musik yang membicarakan tentang
hubungan antara nada satu dengan nada yang lain. Kaidah-kaidah yang dikemukakan
oleh seorang komponis dan ahli teori musik bernama Jean Philippe Rameau
(1683—1764) menjadi landasan dasar dalam seni musik sampai akhir abad
ke-19.Pada abad ke-20 tercipta efek-efek harmoni baru karena adanya penggunaan
penadaan baru. Dalam suatu orkestra, Orkes Harmoni adalah seperangkat orkes
yang secara khusus meliputi alat-alat musik tiup dari kayu, logam, dan alat
musik pukul yang dapat dilengkapi dengan bas-kontra.
Analogi yang sama dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, Pola
Harmoni merupakan sebuah usaha untuk mempertemukan berbagai pertentangan dalam
masyarakat. Hal ini diterapkan pada hubungan-hubungan sosial ekonomi untuk
menunjukkan bahwa kebijaksanaan sosial ekonomi yang paling sempurna hanya dapat
tercapai dengan meningkatkan permusyawaratan antara anggota masyarakat. Pola
ini juga disebut sebagai pola integrasi.
Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuatkan Modul
Harmonis kita secara individu tenang, menciptakan kondisi yang memungkinkan
untuk saling kolaborasi dan bekerja sama, meningkatkan produktifitas bekerja
dan kualitas layanan kepada pelanggan.
Brian Scudamore (seorang Founder dan CEO sebuah peruahaan Brand)
menyatakan beberapa hal tentang bagaimana membangun kultur tempat kerja yang
harmonis. Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak bagi
berbagai bentuk organisasi. Ada tiga hal yang dapat menjadi acuan untuk
membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif. Ketiga hal tersebut
adalah:
a. Membuat tempat kerja yang berenergi
Sebagian besar karyawan atau orang dalam organisasi menghabiskan
separuh hidupnya di tempat kerja. Untuk itu tempat kerja harus dibuat
sedemikian rupa agar karyawan tetap senang dan nyaman saat bekerja. Tata ruang
yang baik dan keberadaan ruang terbuka sangat disarankan. Desain ruang terbuka
dapat meningkatkan komunikasi, hubungan interpersonal dan kepuasan kerja,
sekaligus optimal mengurangi terjadinya disharmonis yang disebabkan kurangnya
komunikasi.
b. Memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan
kontribusi
Selalu ingat dalam sebuah organisasi Anda bukan
satu-satunya orang yang menjalankan alur produktivitas. Ketika Anda sudah
"mentok", ada baiknya Anda mencari ide dari orang-orang yang berada
dalam tim. Hal tersebut mampu meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki
karyawan dalam sebuah bisnis Modul Harmonis atau organisasi.
c. Berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota
organisasi. Tak dapat dielakkan jika pendapatan adalah salah satu motivator
terbaik di lingkungan kerja. Demikian juga rasa memiliki. dengan membagi
kebahagiaan dalam organisasi kepada seluruh karyawan dapat meningkatkan rasa
kepemilikan dan meningkatkan antusiasme para karyawan.
5. Loyal
Secara
etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial”
yang artinya mutu dari sikap setia. Secara harfiah loyal berarti setia, atau
suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari
kesadaran sendiri pada masa lalu. Dalam Kamus Oxford Dictionary kata Loyal
didefinisikan sebagai “giving or showing firm and constant support or
allegiance to a person or institution (tindakan memberi atau menunjukkan
dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada seseorang atau
institusi)”. Sedangkan beberapa ahli mendefinisikan makna “loyalitas” sebagai
berikut:
a) Kepatuhan
atau kesetiaan.
b) Tindakan
menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang konstan kepada organisasi tempatnya
bekerja.
c) Kualitas
kesetiaan atau kepatuhan seseorang kepada orang lain atau sesuatu (misalnya
organisasi) yang ditunjukkan melalui sikap dan tindakan orang tersebut.
d) Mutu dari
kesetiaan seseorang terhadap pihak lain yang ditunjukkan dengan memberikan
dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada seseorang atau sesuatu.
e) Merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan emosional manusia, sehingga untuk mendapatkan
kesetiaan seseorang maka kita harus dapat mempengaruhi sisi emosional orang
tersebut.
f) Suatu
manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki, mendukung,
merasa aman, membangun keterikatan, dan menciptakan keterikatan emosional.
g) Merupakan
kondisi internal dalam bentuk komitmen dari pekerja untuk mengikuti pihak yang
mempekerjakannya.
Bagi
seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan,
paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Loyalitas
merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Untuk bisa mendapatkan sikap loyal
seseorang, terdapat banyak faktor yang akan memengaruhinya. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur
loyalitas pegawainya, antara lain:
a. Taat pada
Peraturan
Seorang
pegawai yang loyal akan selalu taat pada peraturan. Sesuai dengan pengertian
loyalitas, ketaatan ini timbul dari kesadaran amggota jika peraturan yang
dibuat oleh organisasi semata-mata disusun untuk memperlancar jalannya
pelaksanaan kerja organisasi. Kesadaran ini membuat pegawai akan bersikap taat
tanpa merasa terpaksa atau takut terhadap sanksi yang akan diterimanya apabila
melanggar peraturan tersebut.
b. Bekerja
dengan Integritas
Banyak
asumsi menyebutkan bahwa kesetiaan seorang pegawai dilihat dari seberapa besar
ketaatan mereka di organisasi. Pegawai yang taat dengan peraturan dan gaya
kerja organisasi, punya rasa loyalitas yang besar pula. Sesungguhnya seorang
pegawai yang loyal dapat dilihat dari seberapa besar dia menunjukkan integritas
mereka saat bekerja. Integritas yang sesungguhnya adalah “melakukan hal yang
benar, dengan mengetahui bahwa orang lain tidak mengetahuinya apakah Anda
melakukannya atau tidak”. Secara konsisten mereka bekerja dengan melakukan hal
yang benar, tidak hanya sekedar mengikuti paham/kepercayaan pribadi dan tanpa
peduli orang lain tahu atau tidak.
c. Tanggung
Jawab pada Organisasi
Ketika
seorang pegawai memiliki sikap sesuai dengan pengertian loyalitas, maka secara
otomatis ia akan merasa memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
organisasinya. Pegawai akan berhati-hati dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
namun sekaligus berani untuk mengembangkan berbagai inovasi demi kepentingan
organisasi.
d. Kemauan untuk
Bekerja Sama
Pegawai
yang memiliki sikap sesuai dengan pengertian loyalitas, tidak segan untuk
bekerja sama dengan anggota lain. Bekerja sama dengan orang lain dalam suatu
kelompok memungkinkan seorang anggota mampu mewujudkan impian perusahaan untuk
dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh seorang anggota secara
invidual.
e. Rasa Memiliki
yang Tinggi
Adanya
rasa ikut memiliki pegawai terhadap organisasi akan membuat pegawai memiliki
sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap organisasi sehingga
pada akhirnya akan menimbulkan sikap sesuai dengan pengertian loyalitas demi
tercapainya tujuan organisasi.
f. Hubungan
Antar Pribadi
Pegawai
yang memiliki loyalitas tinggi akan mempunyai hubungan antar pribadi yang baik
terhadap pegawai lain dan juga terhadap pemimpinnya. Sesuai dengan pengertian
loyalitas, hubungan antar pribadi ini meliputi hubungan sosial dalam pergaulan
sehari-hari, baik yang menyangkut hubungan kerja maupun kehidupan pribadi.
g. Kesukaan
Terhadap Pekerjaan
Sebagai
manusia, seorang pegawai pasti akan mengalami masa-masa jenuh terhadap
pekerjaan yang dilakukannya setiap hari. Seorang pegawai yang memiliki sikap
sesuai dengan pengertian loyalitas akan mampu menghadapi permasalahan ini
dengan bijaksana.
h. Keberanian
Mengutarakan Ketidaksetujuan
Setiap
organisasi yang besar dan ingin maju pasti menciptakan suasana debat dalam
internalnya. Debat dalam hal ini kondisi dimana pegawai dapat mengutarakan
opini mereka masing-masing. Pemimpin yang hebat pasti ingin pegawainya aktif
bertanya, aktif beropini/berpendapat, dan berhati-hati dalam bekerja. Bahkan
tidak jarang mengijinkan pegawai untuk mengutarakan ketidaksetujuan mereka
terhadap hal apapun di tempat kerja. “Sebuah ketidaksetujuan (dissagreement)
adalah baik untuk organisasi. Justru itu dapat membantu organisasi dalam
mengambil sebuah keputusan”. Pegawai yang loyal akan berusaha untuk senatiasa
men-sharing-kan opini mereka, bahkan saat mereka tahu bahwa pimpinan
tidak mengapresiasi opini mereka, untuk kemajuan organisasinya. Bahkan,
terkadang mereka “berani melawan” akan sebuah keputusan yang memang dirasa
kurang baik dengan cara yang arif dan bijaksana.
i. Menjadi
Teladan bagi Pegawai Lain
Salah
satu ciri loyalitas berikutnya adalah pegawai yang bisa memberikan contoh bagi
pegawai lain, karena mereka yang bisa menjadi teladan biasanya akan selalu
berpegang teguh pada nilai organisasi, berorientasi pada target, kemampuan
interpersonal yang kuat, cepat adaptasi, selalu berinisiatif, dan memiliki
kemampuan memecahkan masalah dengan baik.
3. Loyal dalam Core
Values ASN
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyelenggarakan
Peluncuran Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil
Negara (ASN), di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta pada hari Selasa tanggal 27
Juli Tahun 2021. Pada kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo meluncurkan Core
Values dan Employer Branding ASN. Peluncuran ini bertepatan dengan
Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan
yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan,
Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values tersebut
harus diimplementasikan oleh seluruh ASN di Instansi Pemerintah sebagaimana
diamanatkan dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan
Employer Branding Aparatus Sipil Negara.
Loyal,
merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang
dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara, dengan panduan perilaku:
a) Memegang
teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;
b) Menjaga nama
baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
c) Menjaga
rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata
kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku loyal
tersebut di atas diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Komitmen yang
bermakna perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu atau hubungan
keterikatan dan rasa tanggung jawab akan sesuatu.
b) Dedikasi yang
bermakna pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha
yang mempunyai tujuan yang mulia, dedikasi ini bisa juga berarti pengabdian
untuk melaksanakan cita-cita yang luhur dan diperlukan adanya sebuah keyakinan
yang teguh.
c) Kontribusi
yang bermakna keterlibatan, keikutsertaan, sumbangsih yang diberikan dalam
berbagai bentuk, baik berupa pemikiran, kepemimpinan, kinerja, profesionalisme,
finansial atau, tenaga yang diberikan kepada pihak lain untuk mencapai sesuatu
yang lebih baik dan efisien.
d) Nasionalisme
yang bermakna suatu keadaan atau pikiran yang mengembangkan keyakinan bahwa
kesetiaan terbesar mesti diberikan untuk negara atau suatu sikap cinta tanah
air atau bangsa dan negara sebagai wujud dari cita-cita dan tujuan yang diikat
sikap-sikap politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagai wujud persatuan atau
kemerdekaan nasional dengan prinsip kebebasan dan kesamarataan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e) Pengabdian
yang bermakna perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat, ataupun tenaga
sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan
semua itu dilakukan dengan ikhlas.
6. Adaptif
Budaya
adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi di mana ASN memiliki
kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi yang
berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang
berkesinambungan.
Dalam
konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif tercermin dari kemampuan respon
organisasi dalam mengadaptasi perubahan. Mengutip dari Management Advisory
Service UK4, maka “An Adaptive (Corporate) Culture is one that enables the
organisation to adapt quickly and effectively to internal and external
pressures for change”. Ini menjelaskan bahwa budaya adaptif bisa menjadi
penggerak organisasi dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan
internal maupun eksternal. Budaya menjadi faktor yang memampukan organisasi
dalam berkinerja secara cepat dan efektif.
Daya tahan organisasi juga
dipengaruhi oleh pengetahuan, seperti yang digagas oleh Peter F. Drucker pada
tahun 1959 melalui istilah terkenalnya yaitu knowledge worker, sebagai sebutan
terhadap anggota organisasi yang berkontribusi signifikan terhadap keunggulan
organisasi karena pengetahuan yang dimilikinya. Lebih lanjut, Peter Drucker
mengatakan ”bahaya terbesar sewaktu organisasi menghadapi goncangan, bukanlah
pada besarnya goncangan yang dihadapi, melainkan pada penggunaan pengetahuan
yang sudah kadaluarsa”.
Peter
Senge selanjutnya memperkenalkan paradigma organisasi yang disebutnya Learning
Organization, yaitu untuk menggambarkan bahwa organisasi itu seperti
manusia yang butuh pengetahuan yang perlu terus diperbaharui untuk bertahan
hidup, bahkan leading dalam kehidupan. Untuk memastikan agar organisasi
terus mampu memiliki pengetahuan yang mutakhir, maka organisasi dituntut untuk
melakukan lima disiplin, yaitu:
1. Pegawainya harus terus mengasah pengetahuannya
hingga ke tingkat mahir (personal mastery);
2. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga
memiliki persepsi yang sama atau gelombang yang sama terhadap suatu visi atau
cita-cita yang akan dicapai bersama (shared vision);
3. Pegawainya memiliki mental model yang
mencerminkan realitas yang organisasi ingin wujudkan (mental model);
4. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan visinya (team learning);
5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik,
tidak kaca mata kuda, atau bermental silo (systems thinking).
Lima disiplin ini sangat aplikatif
dalam konteks pelaksanaan tugas dan fungsi ASN di lingkungan kerjanya
masing-masing. Dengan mempraktikkan kelima disiplin tersebut, ada jalan bagi
organisasi untuk selalu mendapat pengetahuan baru. Tanpa pengetahuan yang
selalu diperbarui maka organisasi cenderung menggunakan pengetahuan lama, atau
kadaluwarsa, yang justeru akan menjadi racun bagi organisasi tersebut.
Tantangan yang berpotensi
menjadi penyebab gagalnya organisasi memperoleh pengetahuan baru adalah
tantangan yang sifatnya adaptif. Karena sifat tantangan ini yang baru yaitu
baru pertama kali dihadapi oleh organisasi, maka tentu saja organisasi belum
memiliki pengetahuan untuk mengatasinya. Dalam situasi ketiadaan pengetahuan
dan mendesaknya pengambilan keputusan, maka organisasi cenderung menggunakan
pengetahuan yang selama ini dipergunakan untuk mengatasi tantangan teknis.
Penggunaan pengetahuan yang tidak tepat ini menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam pengambilan keputusan, kesalahan dalam strategi, yang akhirnya berujung
pada gugurnya organisasi.
Di
sektor publik, budaya adaptif dalam pemerintahan ini dapat diaplikasikan dengan
tujuan untuk memastikan serta meningkatkan kinerja pelayanan publik. Adapun
ciri-ciri penerapan budaya adaptif dalam lembaga pemerintahan antara lain
sebagai berikut:
1. Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan
perubahan lingkungan
Bentuk
antisipasi dan kemampuan adaptasi ini diwujudkan dalam praktek kebijakan yang
merespon isu atau permasalahan publik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhannya.
(lihat Boks kasus 1)
2. Mendorong jiwa kewirausahaan
Jiwa kewirausahaan merupakan
salah satu gagasan penting dari konsep reinventing government yang
dipraktekkan di Amerika Serikat. Dengan jiwa kewirausahaan ini maka pemerintah
dan birokrasi secara khusus melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara
efisien dan efektif layaknya organisasi bisnis memaksimalkan tata kelola aset
dan modalnya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. (lebih lanjut pelajari
Boks Kasus 2)
4. Memanfaatkan
peluang-peluang yang berubah-ubah
Pemerintah dalam
memaksimalkan kinerja pelayanan publik maupun fungsi-fungsi lainnya seyogyanya
mampu memahami dan memaksimalkan peluang yang ada. (Diskusikan peluang apa saja
yang dapat diidentifikasi dan dimaksimalkan pemerintah dalam menjalankan
fungsinya).
4. Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang
diperlukan antara instansi mitra, masyarakat dan sebagainya.
Beradaptasi juga
berarti kemampuan untuk memasukan pertimbangan kepentingan dari mitra kerja
maupun masyarakat. Dalam hal ini tujuan organisasi pemerintah harus
dikembalikan pada fungsi melayani, yang berarti mengedepankan kepentingan mitra
dan masyarakat.
5. Terkait dengan kinerja instansi.
Budaya adaptif seyogyanya
diinternalisasi dan diwujudkan ke dalam organisasi sebagai upaya meningkatkan
kinerja instansi. Budaya adaptif tidak dilakukan untuk menyerah pada tuntutan
lingkungan, tetapi justru untuk merespon dan bereaksi dengan baik kepada
perubahan lingkungan, dengan tujuan untuk mempertahankan atau bahkan
meningkatkan kinerja instansinya.
7. Kolaboratif
Definisi
Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai
beberapa definisi kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and
Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “
value generated from an alliance between two or more firms aiming to become
more competitive by developing shared routines”. Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan
bahwa kolaborasi adalah: Collaboration is complex process, which demands
planned, intentional knowledge sharing that becomes the responsibility of
all parties (Lindeke and sieckert, 2005)
Ansel dan
Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:
1) forum yang
diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2) peserta
dalam forum termasuk aktor nonstate;
3) peserta
terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4) forum
secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5) forum ini
bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan jika konsensus tidak
tercapai dalam praktik), dan
6) fokus
kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen
RESUME
AGENDA 3
1. Smart ASN
Menurut Vial
(2019), transformasi digital memberikan lebih banyak informasi, komputasi,
komunikasi, dan konektivitas yang memungkinkan berbagai bentuk kolaborasi baru
di dalam jaringan dengan aktor yang terdiversifikasi. Realitas baru ini
menawarkan potensi luar biasa untuk inovasi dan kinerja dalam organisasi.
Kompetensi
literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat digital dapat menggunakan
media digital secara bertanggung jawab). Penilaiannya dapat ditinjau dari etis
dalam mengakses media digital (digital ethics), budaya menggunakan
digital (digital culture), menggunakan media digital dengan aman (digital
safety), dan kecakapan menggunakan media digital (digital skills).
Digital skill merupakan kemampuan individu
dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak
TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Digital safety merupakan kemampuan user dalam
mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan
kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan
digital dalam
kehidupan sehari-hari.
Digital culture merupakan kemampuan individu
dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK.
Sementara itu, digital ethics merupakan kemampuan individu
dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette)
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manajemen ASN
Kedudukan, Peran,
Hak dan Kewajiban, dan Kode Etik ASN
a. Kedudukan ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika
profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai
sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang
unggul selaras dengan
perkembangan jaman.
b. Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai
ASN berfungsi sebagai berikut:
1) Pelaksana kebijakan public;
2) Pelayan public; dan
3) Perekat dan pemersatu bangsa
Selanjutnya Pegawai ASN bertugas:
1) Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2) Memberikan pelayanan public yang professional dan
berkualitas, dan
3) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
ASN berfungsi, bertugas dan berperan
untuk memberikan pelayanan publik yang professional dan berkualitas. Pelayanan
publik merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
peraturan perundang-undangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan
publik dengan tujuan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu ASN dituntut untuk
professional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. ASN berfungsi, bertugas
dan berperan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hak dan Kewajiban ASN
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan
yang diberikan oleh hukum, suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum, baik
pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau
layak diterima. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik
dapat meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel,
maka setiap ASN diberikan hak. Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan
yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang
sepatutnya diberikan. Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam UU ASN adalah:
1) setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
pemerintah yang sah;
2) menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3) melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah
yang berwenang;
4) menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5) melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab;
6) menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar
kedinasan; Manajemen ASN
7) menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan
rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi
tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah
nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisiperencanaan
kebutuhan yang berupa transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa
masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga
instansi pemerintah mendapatkan pegawai yang tepat dan berintegritas untuk
mencapai visi dan misinya.
RESUME
AGENDA 4
1.
Habituasi
Habituasi secara harfiah diartikan sebagai sebuaproses
pembiasaan pada/atau dengan “sesuatu” supaya menjadi terbiasa atau terlatih
untuk melakukan “sesuatu” yang bersifat instrisik pada lingkungan kerjanya. Mengadaposi
pendapatnya Samani dan haryanto
(2011:239) tentang habituasi, peserta Pelatihan Dasar Calon
PNS dalam pembelajaran agenda habituasi difasilitasi untuk menghasilkan suatu
penciptaan situasi dan kondisi (persistence life situation) tertentu
yang memungkinkan peserta melakukan proses pembiasaan untuk berperilaku sesuai
kriteria tertentu. Penciptaan tersebut diarahkan pada pembentukan karakter
sebagai karakter diri ideal melalui proses internalisasi dan pembiasaan diri
melalui intervensi (stimulus) tertentu yang akan dilakukan pada pelaksanaan
tugas jabatan di tempat kerja.
Indikator keberhasilan pembelajaran agenda
Habituasi adalah teridentifikasinya suatu kondisi nyata yang terjadi di dalam
lingkungan kerja dan secara spesifik terkait dengan tuntutan pelaksanaan tugas
jabatannya, sebagai suatu isu yang muncul dan harus dipecahkan. Berdasarkan
kondisi tersebut peserta menunjukkan prakarsa kreatif untuk berkontribusi
memecahkan isu dengan menginisiasi kegiatan-kegiatan pemecahan isu dan
melakukannya secara konsisten, sebagai suatu kebiasaan untuk selalu melakukan
aktivitas yang menghasilkan manfaat yang dapat dirasakan oleh unit/organisasi, stakeholders
atau sekurang-kurangnya oleh individu peserta, sehingga terbentuk menjadi karakter
dalam mendukung pelaksanaan tugas dan jabatan secara profesional sebagai
pelayan masyarakat
2.
Aktualisasi
Aktualisasi sebagai intervensi agenda habituasi. Aktualisasi bersifat
ekstrinsik. Kemampuan yang harus dikuasai peserta pada pembelajaran :
1. Isu,
jumlah kegiatan, kualitas rencana kegiatan, relevansi rencana kegiatan dengan
aktualisasi, dan teknik komunikasi.
2.
Melaksanakan aktualisasi yaitu; kualitas
pelaksanaan kegiatan, kualitas aktualisasi, dan teknik komunikasi.
TAHAP PEMBELAJARAN AKTUALISASI
AKTUALISASI
DI TEMPAT KERJA
Melakukan pendalaman
terhadap:
1.core issue yang dipilih(berubah/bertambah)
2.Dukungan konsep
pokok mata Diklat yang melandasi pemilihan core issue dan penetapan inisiatif
pemecahan core issue yang dipilih,
Melakukan penerapan
terhadap:
1.Usulan-usulan
inisiatif baik berupa pikiran konseptual dan aktivitas aktivitas dalam rangka memecahkan
core issue tersebut,
2.proses dan
kualitas mengelola dan menjalankan inisitaif, dan
Melakukan analisis
terhadap:
1.dampak hasil inisiatif,
2.dampak yang
terjadi baik pada level individu, unit, atau organisasi), dan
3.Menjagakeberlangsunganinisiatifyang
telahdilakukan
Posting Komentar untuk "RESUME MOOC CPNS 2025 (LATSAR)"